Majapahit
Majapahit adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur,
Indonesia, yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan
ini mencapai puncak kejayaannya menjadi kemaharajaan raya yang menguasai
wilayah yang luas di Nusantara pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa
dari tahun 1350 hingga 1389.
Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang
menguasai Nusantara dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam
sejarah Indonesia. Kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung
Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih
diperdebatkan.
Berdirinya Majapahit
Sebelum berdirinya Majapahit, Singhasari telah menjadi kerajaan
paling kuat di Jawa. Hal ini menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti
Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan yang bernama Meng Chi ke Singhasari yang
menuntut upeti. Kertanagara, penguasa kerajaan Singhasari yang terakhir menolak
untuk membayar upeti dan mempermalukan utusan tersebut dengan merusak wajahnya
dan memotong telinganya. Kubilai Khan marah dan lalu memberangkatkan ekspedisi
besar ke Jawa tahun 1293.
Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah menggulingkan dan
membunuh Kertanegara. Atas saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan
pengampunan kepada Raden Wijaya, menantu Kertanegara, yang datang menyerahkan
diri. Kemudian, Wiraraja mengirim utusan ke Daha, yang membawa surat berisi
pernyataan, Raden Wijaya menyerah dan ingin mengabdi kepada Jayakatwang.
Jawaban dari surat diatas disambut dengan senang hati. Raden Wijaya kemudian
diberi hutan Tarik. Ia membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa itu
dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari buah maja, dan rasa “pahit” dari
buah tersebut. Ketika pasukan Mongol tiba, Wijaya bersekutu dengan pasukan
Mongol untuk bertempur melawan Jayakatwang. Setelah berhasil menjatuhkan
Jayakatwang, Raden Wijaya berbalik menyerang sekutu Mongolnya sehingga memaksa
mereka menarik pulang kembali pasukannya secara kalang-kabut karena mereka
berada di negeri asing. Saat itu juga merupakan kesempatan terakhir mereka
untuk menangkap angin muson agar dapat pulang, atau mereka terpaksa harus
menunggu enam bulan lagi di pulau yang asing.
Tanggal pasti yang digunakan sebagai tanggal kelahiran kerajaan
Majapahit adalah hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja, yaitu tanggal 15
bulan Kartika tahun 1215 saka yang bertepatan dengan tanggal 10 November 1293.
Ia dinobatkan dengan nama resmi Kertarajasa Jayawardhana. Kerajaan ini
menghadapi masalah. Beberapa orang terpercaya Kertarajasa, termasuk Ranggalawe,
Sora, dan Nambi memberontak melawannya, meskipun pemberontakan tersebut tidak
berhasil. Pemberontakan Ranggalawe ini didukung oleh Panji Mahajaya, Ra Arya
Sidi, Ra Jaran Waha, Ra Lintang, Ra Tosan, Ra Gelatik, dan Ra Tati. Semua ini
tersebut disebutkan dalam Pararaton. Slamet Muljana menduga bahwa mahapatih
Halayudha lah yang melakukan konspirasi untuk menjatuhkan semua orang tepercaya
raja, agar ia dapat mencapai posisi tertinggi dalam pemerintahan. Namun setelah
kematian pemberontak terakhir (Kuti), Halayudha ditangkap dan dipenjara, dan
lalu dihukum mati.[14] Wijaya meninggal dunia pada tahun 1309.
Putra dan penerus Wijaya adalah Jayanegara. Pararaton menyebutnya
Kala Gemet, yang berarti “penjahat lemah”. Kira-kira pada suatu waktu dalam
kurun pemerintahan Jayanegara, seorang pendeta Italia, Odorico da Pordenone
mengunjungi keraton Majapahit di Jawa. Pada tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh
tabibnya, Tanca. Ibu tirinya yaitu Gayatri Rajapatni seharusnya
menggantikannya, akan tetapi Rajapatni memilih mengundurkan diri dari istana
dan menjadi bhiksuni. Rajapatni menunjuk anak perempuannya Tribhuwana Wijayatunggadewi
untuk menjadi ratu Majapahit. Pada tahun 1336, Tribhuwana menunjuk Gajah Mada
sebagai Mahapatih, pada saat pelantikannya Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa
yang menunjukkan rencananya untuk melebarkan kekuasaan Majapahit dan membangun
sebuah kemaharajaan. Selama kekuasaan Tribhuwana, kerajaan Majapahit berkembang
menjadi lebih besar dan terkenal di kepulauan Nusantara. Tribhuwana berkuasa di
Majapahit sampai kematian ibunya pada tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya,
Hayam Wuruk
Kejayaan Majapahit
Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari
tahun 1350 hingga 1389. Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya
dengan bantuan mahapatihnya, Gajah Mada. Di bawah perintah Gajah Mada
(1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak wilayah.
Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan
Majapahit meliputi Sumatra, semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan
Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan sebagian kepulauan
Filipina. Sumber ini menunjukkan batas terluas sekaligus puncak kejayaan
Kemaharajaan Majapahit.
Namun demikian, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa
daerah-daerah kekuasaan tersebut tampaknya tidaklah berada di bawah kekuasaan
terpusat Majapahit, tetapi terhubungkan satu sama lain oleh perdagangan yang
mungkin berupa monopoli oleh raja. Majapahit juga memiliki hubungan dengan
Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim
duta-dutanya ke Tiongkok.
Jatuhnya Majapahit
Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit
berangsur-angsur melemah. Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389,
Majapahit memasuki masa kemunduran akibat konflik perebutan takhta. Pewaris
Hayam Wuruk adalah putri mahkota Kusumawardhani, yang menikahi sepupunya sendiri,
pangeran Wikramawardhana. Hayam Wuruk juga memiliki seorang putra dari selirnya
Wirabhumi yang juga menuntut haknya atas takhta.[5] Perang saudara yang disebut
Perang Paregreg diperkirakan terjadi pada tahun 1405-1406, antara Wirabhumi
melawan Wikramawardhana. Perang ini akhirnya dimenangi Wikramawardhana,
semetara Wirabhumi ditangkap dan kemudian dipancung. Tampaknya perang saudara
ini melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah taklukannya di seberang.
Pada kurun pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi
laut Dinasti Ming yang dipimpin oleh laksamana Cheng Ho, seorang jenderal
muslim China, tiba di Jawa beberapa kali antara kurun waktu 1405 sampai 1433.
Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho ini telah menciptakan komunitas muslim
China dan Arab di beberapa kota pelabuhan pantai utara Jawa, seperti di
Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel; maka Islam pun mulai memiliki pijakan di
pantai utara Jawa.[22]
Wikramawardhana memerintah hingga tahun 1426, dan diteruskan oleh
putrinya, Ratu Suhita, yang memerintah pada tahun 1426 sampai 1447. Ia adalah
putri kedua Wikramawardhana dari seorang selir yang juga putri kedua Wirabhumi.
Pada 1447, Suhita mangkat dan pemerintahan dilanjutkan oleh Kertawijaya, adik
laki-lakinya. Ia memerintah hingga tahun 1451. Setelah Kertawijaya wafat, Bhre
Pamotan menjadi raja dengan gelar Rajasawardhana dan memerintah di Kahuripan.
Ia wafat pada tahun 1453 AD. Terjadi jeda waktu tiga tahun tanpa raja akibat
krisis pewarisan takhta. Girisawardhana, putra Kertawijaya, naik takhta pada
1456. Ia kemudian wafat pada 1466 dan digantikan oleh Singhawikramawardhana.
Pada 1468 pangeran Kertabhumi memberontak terhadap Singhawikramawardhana dan
mengangkat dirinya sebagai raja Majapahit.[8].
Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar
agama sudah mulai memasuki Nusantara. Pada akhir abad ke-14 dan awal abad
ke-15, pengaruh Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada saat
bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan baru yang berdasarkan Islam, yaitu
Kesultanan Malaka, mulai muncul di bagian barat Nusantara[23]. Di bagian barat
kemaharajaan yang mulai runtuh ini, Majapahit tak kuasa lagi membendung
kebangkitan Kesultanan Malaka yang pada pertengahan abad ke-15 mulai menguasai
Selat Malaka dan melebarkan kekuasaannya ke Sumatera. Sementara itu beberapa
jajahan dan daerah taklukan Majapahit di daerah lainnya di Nusantara, satu per
satu mulai melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit.
Singhawikramawardhana memindahkan ibu kota kerajaan lebih jauh ke
pedalaman di Daha (bekas ibu kota Kerajaan Kediri) dan terus memerintah disana
hingga digantikan oleh putranya Ranawijaya pada tahun 1474. Pada 1478
Ranawijaya mengalahkan Kertabhumi dan mempersatukan kembali Majapahit menjadi
satu kerajaan. Ranawijaya memerintah pada kurun waktu 1474 hingga 1519 dengan
gelar Girindrawardhana. Meskipun demikian kekuatan Majapahit telah melemah
akibat konflik dinasti ini dan mulai bangkitnya kekuatan kerajaan-kerajaan
Islam di pantai utara Jawa.
Waktu berakhirnya Kemaharajaan Majapahit berkisar pada kurun waktu
tahun 1478 (tahun 1400 saka, berakhirnya abad dianggap sebagai waktu lazim
pergantian dinasti dan berakhirnya suatu pemerintahan[24]) hingga tahun 1527.
Struktur pemerintahan
Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi
yang teratur pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, dan tampaknya struktur dan
birokrasi tersebut tidak banyak berubah selama perkembangan sejarahnya [35].
Raja dianggap sebagai penjelmaan dewa di dunia dan ia memegang otoritas politik
tertinggi.
Raja-raja Majapahit
Para penguasa Majapahit adalah penerus dari keluarga kerajaan
Singhasari, yang dirintis oleh Sri Ranggah Rajasa, pendiri Wangsa Rajasa pada
akhir abad ke-13. Berikut adalah daftar penguasa Majapahit. Perhatikan bahwa
terdapat periode kekosongan antara pemerintahan Rajasawardhana (penguasa ke-8)
dan Girishawardhana yang mungkin diakibatkan oleh krisis suksesi yang
memecahkan keluarga kerajaan Majapahit menjadi dua kelompok[8].
Nama Raja Gelar Tahun
Raden Wijaya
Kertarajasa Jayawardhana 1293 – 1309
Kalagamet Sri Jayanagara
1309 –
1328
Sri Gitarja Tribhuwana Wijayatunggadewi
1328 –
1350
Hayam Wuruk
Sri
Rajasanagara 1350 – 1389
Wikramawardhana
1389 –
1429
Suhita
Dyah Ayu
Kencana Wungu 1429 – 1447
Kertawijaya
Brawijaya
I 1447 – 1451
Rajasawardhana
Brawijaya
II 1451 – 1453
Purwawisesa atau Girishawardhana
Brawijaya
III 1456 – 1466
Bhre Pandansalas, atau Suraprabhawa
Brawijaya
IV 1466 – 1468
Bhre Kertabumi Brawijaya V
1468 –
1478
Girindrawardhana
Brawijaya
VI 1478 – 1498
Patih Udara
1498 –
1518








0 komentar:
Posting Komentar